SISTEM KLIRING DAN PEMINDAHAN DANA ELEKTRONIK DI INDONESIA
Raden Bayu Herlambang
PRINSIP KLIRING
Definisi
kliring adalah sarana perhitungan warkat antar bank yang dilaksanakan oleh bank
penyelenggara kliring guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran
giral. Proses perhitungan hak dan kewajiban antar bank yang dilaksanakan oleh
bank indonesia atau bank yang ditunjuk pada wilayah tertentu.
Kliring antarbank adalah pertukaran warkat ( cek, bilyet giro, nota kredit,
nota debit) antar bank yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu. Kliring diatur oleh Bank Indonesia baik waktu dan tempat pelaksanaan.
Sedangkan
bunga bank dapat diartikan sebagai batas jasa yang diberikan oleh bank yang
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual
produknya.bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada
nasabah (yang memiliki simpanan ) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman ).
INFORMASI PADA CHECK DAN STRUKTUR KODE MICR
SISTEM KLIRING ELEKTRONIK DI INDONESIA
Pengertian umum kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik
antar bank baik atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya
diselesaikan pada waktu tertentu. Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada
awalnya dilaksanakan secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan
meningkatnya transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada
akhir tahun 1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari
dengan jumlah bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan
penyelenggaraan kliring secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi
dan suasana pertemuan kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan
suasana “pasar burung”.
Melihat kondisi tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR
tanggal 23 Mei 1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan
kliring lokal Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring.
Meskipun demikian baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi dapat
diimplementasikan untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses
kliring pengembalian tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun
1994 diganti dengan sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan
SOKL .
Pada tahun 1996 rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar
per hari, dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal
tersebut menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring
baik di bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan
sarana kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring.
Pada gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan
dalam settlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang
terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran
nasional (Blue Print Sistem Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang
antara lain memuat visi, kerangka kebijakan dan langkah-langkah yang perlu
dikembangkan dalam menciptakan sistem pembayaran nasional yang lebih efektif,
efisien, handal dan aman, maka pada tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring
lokal secara elektronik dengan teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan
Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998,
Bank Indonesia mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana
untuk pertama kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring
Elektronik (SKE) oleh Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan
SKE tersebut dilakukan pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada
awal implementasi, jumlah peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta
kliring (BRI, BDN, BII, BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2
peserta intern dari Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting
Kota). Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi
kantorkantor bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan
kliring tetap menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring
Elektronik secara menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru
dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2001
BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
Untuk mendukung efektifitas implementasi kebijakan moneter dan untuk
mempercepat pemulihan industri perbankan, kebijakan system pembayaran akan
diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan implementasi suatu system
pembayaran yang efisien, akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan
kualitas layanan. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui
implemnetasi Real Time Gross Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai
sejak 17 November tahun 2000 di Jakarta.
Tujuan RTGS:
1. Memberikan pelayanan sistem transfer dana
antar peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara cepat, aman, dan
efisien
2. Memberikan kepastian pembayaran
3. Memperlancar aliran pembayaran (payment flows)
4. Mengurangi resiko settlement baik bagi peserta
maupun nasabah peserta (systemic risk)
5. Meningkatkan efektifitas pengelolaan dana
(management fund) bagi peserta melalui sentralisasi rekening giro
6. Memberikan informasi yang mendukung kebijakan
moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
7. Meningkatkan efisiensi pasar uang
Sumber:
http://soma28.wordpress.com/2011/05/31/prinsip-kliring-informasi-pada-check-dan-struktur-kode-mirc-sistem-kliring-elektronik-di-indonesia-bank-indonesia-real-time-gross-settlement-bi-rtgs/
http://adityorahmat.blogspot.com/2013/04/sistem-kliring-dan-pemindahan-dana.html